Pagelaran Saji

Addelweise
3 min readJan 24, 2021

--

sebuah resep — orek kering kentang tempe

sumber: freepik

Seperti biasa, pagi ini aku terbangun pukul 5 pagi. Menyingkap jendela di samping kasur dan oh, nikmatnya menghirup udara pagi. Setelah berhasil mengumpulkan nyawa di kamar mandi, aku bergegas menuju panggung istimewaku. Adalah ruang yang sunyi dan nyaman, terletak di ujung bangunan rumah ini, jauh dari suara bising kendaraan. Itulah duniaku, dapurku, tempat orang-orang tidak akan mengganggu pagelaran tunggalku.

Di hadapanku kutaruh talenan kayu dan kuambil sebilah pisau. Kegiatan memasak adalah hal yang kuanggap rutin seperti halnya makan, sehingga peralatan yang kupilih harus merupakan alat yang kuat, awet, namun efektif. Talenan kayu serta pisau ringan yang tajam, dua instrumen wajib yang akan mengiringiku dengan alunan musik yang halus.

Akan memasak apa aku hari ini? Biasanya aku akan memikirkan menu masakan selama satu minggu, tetapi belakangan ini sepertinya kemalasan menghantuiku. Maka marilah memasak dengan bahan yang masih tersedia.

Pertama, kentang ini harus dicuci, dikupas, serta dipotong. Lalu kuulangi mencuci kentang hingga air cucian tidak keruh. Kemudian sambil menunggu minyak mendidih, aku memotong setengah papan tempe dengan bentuk yang serupa, dadu-dadu kecil. Tak, tak, tak, suara talenan ini irama favoritku setiap pagi. Lalu secara bergantian aku akan menggoreng garing kentang dan tempe.

Sembari menunggu, aku menyiapkan rempah-rempah yang diperlukan: Dua bawang putih, empat bawang merah, dua cabai rawit, dua cabai merah keriting, dan sebuah kemiri. Dengan tenagaku yang jauh dari kuat, mengulek adalah bagian melelahkan yang tak bisa kuhindari. Dengan kesabaran, kuulek bumbu-bumbu hingga halus, sambil sesekali mengeluhkan akan segera membeli blender untuk jenis masakan yang lebih rumit. Kusisihkan bumbu, kugeprek sedikit lengkuas, menyiapkan air rendaman asam jawa, dan memotong tipis-tipis daun jeruk untuk menambah aroma masakanku. Entahlah, aku tidak mengerti seni memasak dan bukan seorang tukang masak yang handal, tetapi daun jeruk harus selalu ada di setiap masakanku.

Dengan kentang dan tempe yang sudah kugoreng kering serta bumbu yang sudah siap, aku memanaskan kuali dan mulai menumis. Kutuangkan minyak sedikit, menunggu sebentar, menuang bumbu yang sudah halus, dan mengaduk-aduk sampai harum. Lalu giliran lengkuas dan daun jeruk, menunggunya sebentar, kemudian kucampurkan larutan asam jawa. Biasanya kutambahkan setengah gelas air putih, lalu mulai menaburinya dengan rasa.

Ini adalah bagian terpenting untukku, memberi rasa pada masakanku. Apakah kemudian orang yang memakannya akan menikmati masakanku itu semua tergantung dari bumbu-bumbu yang kumasukkan dalam kuali ini. Mungkin satu sendok teh garam, dua sendok teh kaldu, satu sendok teh gula, sedikit merica, satu sendok saus tiram, dan satu setengah sendok kecap manis. Kuaduk rata, kucicipi, kupertimbangkan. Ya, mungkin ketika larutan air sudah mengental, bumbu ini akan cukup gurih. Hmm, tetapi ketika dicampur dengan kentang dan tempe apakah bumbu ini akan kalah?

Mungkin satu sendok teh kaldu lagi, dan kuicip-icip rasanya sambil menunggu bumbu kental. Setelah kupikir-pikir, seisi rumah ini memang menyukai masakan-masakanku. Katanya pemilihan rasa dan bumbunya begitu medok dan nagih, namun pas. Semua berkat lidah Jakarta tempat di mana aku dibesarkan. Jajanan para kaki lima saja rasanya begitu gurih nan micin.

Bumbu sudah kental dan dengan segera kukecilkan api, kumasukkan kentang tempe dan mulai mengaduk rata. Perlahan namun gesit, agar mereka tidak sempat menempel di dinding kuali. Kucicip sekali lagi, untuk memastikan mereka layak disaji. Nyam, sedap! Apakah komentar juri masakan di televisi itu jika mereka mencicipi orek kering kentang tempe kreasiku ini, sungguh aku penasaran.

Hari masih pagi, api telah padam, masakan sudah disaji, nasi pun telah matang. Apakah seisi rumah ini belum ada yang bangun? Baiklah…mungkin kulanjutkan dengan tumisan sayuran agar meja makan terlihat lebih hijau. Resep ini pun sekiraku harus menunggu, karena sayur harus kubeli di pasar~

Sampai jumpa!

Yogyakarta, 24 Januari 2021

--

--