Mata-Mata Bisu

Addelweise
2 min readAug 5, 2020

--

…adakah kita lebih tahu?

Adakah kita lebih tahu daripada meja, kursi, dan jendela rumah kita — yang dalam diam mengemban tugas menyimpan segala rahasia.

Di kediaman ini terlukis setiap cerita yang pernah diberitakan oleh kedatangan. Sengaja tak kucatat pembicaraan itu, biar lupa menjadi ingatan tentang kunjungan. Adapun benda-benda yang mendiami rumah ini, telah meneruskan perasaan atau kebiasaan tentang kejadian yang terlihat juga yang tersilap. Benda-benda itu — mata-mata bisu yang menyimpan rahasia tentang kedatangan serta orang-orang yang tinggal didalamnya, sebuah dialog kehidupan.

Di sela-sela bangunan ini tertanam benih-benih ingatan yang bertepi pada vas-vas bunga, rak-rak buku, dan jejak-jejak asing. Semakin samar… Pernahkah kau bertanya seberapa jauh sepasang tangan mampu mengarungi kedalaman hati manusia? Tenggelam dalam prasangka yang dibuat oleh kelaliman pikiran, mendengar keseluruhan batin sendiri pun tak mampu.

“…dan tetap ada yang tidak diketahui seseorang bagaimanapun akrab namanya atau sentuhannya, hal yang tidak mampu dicapai oleh apapun, itulah batin — hati seseorang.”

Rumah, dalam lelap dan bangunnya, menyimpan berkas-berkas ingatan yang barangkali dilupakan oleh usia. Ia hadir memberi nasihat: bahwa untuk menyingkap keutuhan pribadi, kau harus meninjau lebih dekat…mendengar lebih dalam…membentangkan sayap lebih jauh…

Atau, atau, perasaan sendu yang dimiliki bukan lain adalah suara. Suara yang ringan, berbisik, tiada orang dengar. Suara yang melepas kejujuran — sendiri ialah sepi yang menenangkan, ketelanjangan yang tiada memalukan. Lantas mengungkap makna pahit, “Pada akhirnya, semua kita tinggal berpijak di kaki sendiri.”

Di beranda masih ada bayang-bayang mencekam, cemburu yang membakar.
Dan rumah kita akan runtuh, lebih dalam lagi.

Yogyakarta, 15 April 2020

--

--